Anxiety Oh Anxiety
Katanya, menulis adalah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi kecemasan/meredakan stres. Oke, karena ingat masih punya blog, so saya coba untuk bisa merangkai kalimat disini. Jujur, untuk bisa menulis lagi masih beraat. speechless. Belum sanggup untuk bisa menumpahkan semuanya, yang sering terjadi, belum juga nulis, udah mbrebes mili aja. mungkin, harus pelan-pelan. Insya Allah ada waktunya.
Saya akan cerita apa yang sedang saya rasakan, sejak satu tahun yang lalu sampai dengan hari ini. Yes, anxiety/kecemasan. Awalnya, saya ngga terlalu ngerti tentang anxiety. Memang, dulu waktu jaman kuliah, jauh dari orang tua, saya pernah mengalaminya ketika asam lambung kumat. Sampai-sampai saya nelpon orang tua, dan panik minta ampun. Perasaan yang muncul gimana ya, seperti cemas, panik, mau mati. Setelah dikasih tahu sama orang tua - mamah waktu itu (karena orang tua saya pernah mengalaminya) - bahwa itu tanda maag nya lagi kambuh, saya mulai agak tenang dan coba untuk memperbaiki terutama pola makan. Setelah itu, udah jarang banget muncul lagi perasaan cemas (bisa dihitung jari), meskipun asam lambung lagi kumat, tapi ngga diikutin sama anxiety-nya.
Setahun terakhir, anxiety datang (lagi) secara bertubi-tubi. Juli 2021, saya sakit dan menjalankan isolasi mandiri, karena gejala-gejala yang saya rasakan persis gejala terpapar virus Covid-19. Selama isolasi, saya minta ditemani adik. Sementara anak-anak dibawa ke rumah orang tua. Waktu itu, perasaan saya campur aduk banget, antara semangat harus sembuh demi anak-anak, dan sedih karena pengalaman beberapa bulan sebelumnya. Pengalaman yang luar biasa, harus merelakan kepergian suami tercinta menghadap Yang Maha Kuasa, setelah berjuang selama 3 minggu akibat terpapar virus Covid-19. Saya sendiri ngga tahu, apakah karena hal itu, karena setelah sembuh, justru saya masih harus bergelut dengan anxiety.
Setelah bulan Juli itu, hampir tiap bulan saya ke dokter. Keluhannya hampir sama, kalo ngga asam lambung kumat, sakit kepala, atau cemasnya itu yang kumat). Mungkin dokternya udah bosen kali ya dengar tangisan dan curhatan saya haha. Obat asam lambung dari dokter pun kayaknya komplit ada di rumah, dari berbagai merk. (alhamdulillah dicover BPJS :D). Saya ngga ngeh, sampai beberapa bulan lalu sadar ada yang ngga beres kayaknya, karena keluhan-keluhan itu selalu muncul lagi.
Oh iya, karena penasaran dengan anxiety ini, saya sampai googling, dan akhirnya saya nemu channel youtube-nya mas Erik Wibowo. Beliau penyintas Gerd Anxiety. Dengan mengikuti video-videonya, saya mulai sedikit paham tentang anxiety dan perlahan mulai mengikuti cara-cara penyembuhannya (meskipun masih sulit ya, terutama mengatur pola makan). Fun fact, anxiety saya biasanya berkurang setelah biasanya nonton video-video youtubenya mas Erik Wibowo :D. Karena apa ya, ternyata setelah baca komen-komennya, banyak orang di luar sana yang juga mengalami apa yang saya rasakan, bahkan ada yang lebih parah. Saya tidak sendiri, dan setelah itu biasanya jadi agak lebih tenang.
Selama ini, dengan kejadian yang saya dan anak-anak pernah alami, saya merasa saya bisa mengatasinya. Saya (masih) baik-baik aja kok. Perhatian dan kasih sayang dari keluarga dekat, orang tua, saudara, kerabat, teman, melimpah. Saya mensyukurinya, dan saya yakin saya kuat. Tapi, saya baru menyadari ketika badan saya ringkih banget ya. dikit-dikit sakit. Dikit-dikit cemas. Dikit-dikit ke dokter. Saya coba ngobrol ringan dengan teman sejawat, dengan teman guru BK di sekolah (yang lebih paham tentang psikologi), kesimpulannya jika sampai mengganggu aktivitas, memang harus butuh bantuan profesional. Anxiety emang sesuatu banget, menurunkan kualitas hidup.
Minggu kemarin, saya mencoba konsultasi dengan dokter spesialis dalam, dr. Rusdiana (masih penasaran dengan asam lambung yang sering kumat dan sakit kepala yang udah hampir sebulan ngga sembuh-sembuh dan menjalar ke pundak dan punggung). Saya ngga mau self diagnose juga. Ketika saya ceritakan keluhan-keluhan saya, belum juga cerita tentang kehidupan keluarga saya, pertanyaan pertama dari dokter, "Suaminya kemana?". Yo wes, akhirnya air mata udah ngga bisa dibendung lagi dan yaa curhat lagii. Diagnosa dokter, "ibu stres....". "Ini beneran, dok?Trus sakit kepala saya gimana, takut ada apa-apa di kepala saya?" (udah overthinking banget). "Sakit kepala ibu itu ciri stres, karena sakitnya pindah-pindah, ngga di satu titik". Hhmm, okee. Agak tenang juga denger penjelasan dari dokter. Akhirnya dikasih resep obat (lagi) buat lambung, anxiety, dan sakit kepala. Tapi obat anxiety nya ampuun deh, bikin ngantuk, nguap terus, gimana kalo pas lagi kerja. Maaf ya dok, cuma sekali diminumnya. Btw, dokternya baik banget, supportif, pendengar yang baik. Jazakallah khayr, dok.
Hari ini, saya masih harus berjuang untuk mengatasi anxiety yang masih sering "nyolek". PR nya, mengatur pola makan yang masih acak-acakan, selalu berusaha untuk berpikir positif (Masya Allah. It work. Minggu kemarin, kebangun tengah malam, tiba-tiba cemas/panik, nangis sendiri sambil manggil mamah yang tidur di samping saya, tapi ngga tega juga ngebangunin, akhirnya saya coba atur nafas dan alihkan pikiran negatif saya, perlahan cemasnya reda dan bisa tidur lagi), selalu baca ayat-ayat suci, shalawat, mendengarkan ceramah-ceramah rohani.
Saya harus sehat, demi anak-anak.
Untuk pejuang anxiety, semangat sembuh. Yakin sembuh. Insya Allah, sakit yang kita rasakan akan menjadi penggugur dosa-dosa kita. Aamiin YRA.
Rumah Kenangan, Minggu 21082022.
*Anxiety = Gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan perasaan khawatir, cemas, atau takut yang cukup kuat untuk mengganggu aktivitas sehari-hari.
Contoh gangguan kecemasan yaitu serangan panik, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan stres pascatrauma.